Hadits Tentang Aqiqah
بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم
Pengertian Aqiqah
Akikah (bahasa Arab: عقيقة,
transliterasi: Aqiqah) yang berarti memutus dan melubangi, dan ada yang
mengatakan bahwa akikah adalah nama bagi hewan yang disembelih,
dinamakan demikian karena lehernya dipotong, dan dikatakan juga bahwa
akikah merupakan rambut yang dibawa si bayi ketika lahir. Adapun
maknanya secara syari’at adalah hewan yang disembelih untuk menebus bayi
yang dilahirkan.
Adapun menurut istilah agama, yang
dimaksud ‘aqiqah ialah : Sembelihan yang disembelih sehubungan dengan
kelahiran seorang anak, baik laki-laki ataupun perempuan pada hari yang
ke tujuh sejak kelahirannya dengan tujuan semata-mata mencari ridla
Allah.
Sejarah Aqiqah
Syariat ‘aqiqah, yaitu menyembelih 2
ekor kambing jika anaknya laki-laki, dan seekor kambing jika anaknya
perempuan, telah dikenal dan biasa dilakukan orang sejak zaman
jahiliyah, namun dengan cara yang berbeda dengan yang dituntunkan oleh
Nabi SAW bagi ummat Islam.
كُنَّا فِى
اْلجَاهِلِيَّةِ اِذَا وُلِدَ ِلاَحَدِنَا غُلاَمٌ ذَبَحَ شَاةً وَ لَطَخَ
رَأْسَهُ بِدَمِهَا، فَلَمَّا جَاءَ اللهُ بِاْلاِسْلاَمِ كُنَّا نَذْبَحُ
شَاةً وَ نَحْلِقُ رَأْسَهُ وَ نَلْطَخُهُ بزَعْفَرَانٍ. ابو داود 3: 107،
رقم: 2843
Buraidah berkata
:Dahulu kami di masa jahiliyah apabila salah seorang diantara kami
mempunyai anak, ia menyembelih kambing dan melumuri kepalanya dengan
darah kambing itu. Maka setelah Allah mendatangkan Islam, kami
menyembelih kambing, mencukur (menggundul) kepala si bayi dan
melumurinya dengan minyak wangi. [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 107, no.
2843]
عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ: كَانُوْا فِى اْلجَاهِلِيَّةِ اِذَا عَقُّوْا عَنِ الصَّبِيّ
خَضَبُوْا قُطْنَةً بِدَمِ اْلعَقِيْقَةِ. فَاِذَا حَلَقُوْا رَأْسَ
الصَّبِيّ وَضَعُوْهَا عَلَى رَأْسِهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ ص: اِجْعَلُوْا
مَكَانَ الدَّمِ خَلُوْقًا. ابن حبان 12: 124، 5308
Dari 'Aisyah, ia
berkata, "Dahulu orang-orang pada masa jahiliyah apabila mereka
ber’aqiqah untuk seorang bayi, mereka melumuri kapas dengan darah
‘aqiqah, lalu ketika mencukur rambut si bayi mereka melumurkan pada
kepalanya”. Maka Nabi SAW bersabda, "Gantilah darah itu dengan minyak
wangi". [HR. Ibnu Hibban juz 12, hal. 124, no. 5308]
Demikianlah sejarah syariat ‘aqiqah
dalam Islam, dan dari riwayat-riwayat diatas serta riwayat-riwayat lain,
tampak jelas bagaimana sikap agama tercinta ini dalam menghadapi adat
yang sudah biasa berjalan dan berlaku pada masyarakat dan masih mungkin
diluruskan. Tegasnya, Islam sesuai dengan fungsi diturunkannya yaitu
sebagai lambang kasih sayang serta memimpin ke arah jalan yang serba
positif, maka dalam menghadapi adatistiadat yang sudah biasa
dilaksanakan sekelompok manusia, menempuh tiga macam cara yaitu :
Menghapusnya sama sekali, bila
didalam adat-istiadat itu mengandung unsur-unsur kemusyrikan yang tidak
mungkin diluruskan lagi, maupun hal-hal yang membahayakan keselamatan
manusia itu sendiri; baik dari segi aqidah (rohani) maupun bagi tata
masyarakatnya. Dalam hal ini Islam tidak dapat mentolerir atau
membiarkannya hidup dan bersemi dalam kehidupan ummatnya, karena sesuai
dengan kenyataan, bahwa petani yang pandai serta bertanggungjawab
terhadap berhasil dan suburnya sang padi, tidak akan membiarkanhidup
alang-alang dan rumput-rumput liar yang ada di sekeliling padinya.
Sedang bila dalam adat-istiadat
tersebut mengandung hal-hal yang bertentangan dengan agama akan tetapi
masih dapat diluruskan, maka Islam datang untuk meluruskannya dan
kemudian berjalan bersamasama dengan Islam, sebagaimana masalah ‘aqiqah
ini.
Adapun adat-istiadat yang tidak
mengandung unsur-unsur kemusyrikan dan kedhaliman serta tidak
bertentangan dengan agama, maka Islam memelihara dan memberi hak hidup
baginya untuk berkembang lebih lanjut dalam masyarakat tersebut tanpa
sesuatu perubahanpun.
Hal-hal Yang Disyariatkan Sehubungan Dengan Aqiqah
A. Yang berhubungan dengan sang anak
- Disunnahkan untuk memberi nama
dan mencukur rambut (menggundul) pada hari ke-7 sejak hari lahirnya.
Misalnya lahir pada hari Ahad, ‘aqiqahnya jatuh pada hari Sabtu.
- Bagi anak laki-laki disunnahkan ber’aqiqah dengan 2 ekor kambing sedang bagi anak perempuan 1 ekor
- Aqiqah ini terutama dibebankan
kepada orang tua si anak, tetapi boleh juga dilakukan oleh keluarga yang
lain (kakek dan sebagainya).
- Aqiqah ini hukumnya sunnah.
Dalil-dalil Pelaksanaan Aqiqah
عَنْ يُوْسُفَ
بْنِ مَاهَكٍ اَنَّهُمْ دَخَلُوْا عَلَى حَفْصَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمنِ
فَسَأَلُوْهَا عَنِ اْلعَقِيْقَةِ، فَاَخْبَرَتْهُمْ اَنَّ عَائِشَةَ
اَخْبَرَتْهَا اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص اَمَرَهُمْ عَنِ اْلغُلاَمِ شَاتَانِ
مُكَافِئَتَانِ وَ عَنِ اْلجَارِيَةِ شَاةٌ. الترمذي 3: 35، رقم: 1549
Dari Yusuf bin Mahak
bahwasanya orang-orang datang kepada Hafshah binti 'Abdur Rahman,
mereka menanyakan kepadanya tentang 'aqiqah. Maka Hafshah memberitahukan
kepada mereka bahwasanya 'Aisyah memberitahu kepadanya bahwa Rasulullah
SAW telah memerintahkan para shahabat (agar menyembelih 'aqiqah) bagi
anak laki-laki 2 ekor kambing yang sebanding dan untuk anak perempuan 1
ekor kambing. [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 35, no. 1549].
عَنْ سَلْمَانَ
بْنِ عَامِرٍ الضَّبِيّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: مَعَ
اْلغُلاَمِ عَقِيْقَةٌ فَاَهْرِيْقُوْا عَنْهُ دَمًا وَ اَمِيْطُوْا عَنْهُ
اْلاَذَى. البخارى 6: 217
Dari Salman bin
‘Amir Adl-Dlabiy, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
"Tiap-tiap anak itu ada ‘aqiqahnya. Maka sembelihlah binatang ‘aqiqah
untuknya dan buanglah kotoran darinya (cukurlah rambutnya)". [HR.
Bukhari juz 6, hal. 217]
عَنْ عَمْرِو
بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص
مَنْ اَحَبَّ مِنْكُمْ اَنْ يَنْسُكَ عَنْ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ عَنِ
اْلغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَ عَنِ اْلجَارِيَةِ شَاةٌ. احمد 2:
604، رقم: 2725
Dari 'Amr bin
Syu'aib dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda, "Barangsiapa berkehendak untuk meng'aqiqahkan anaknya maka
kerjakanlah. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding dan
untuk anak perempuan satu ekor kambing". [HR. Ahmad juz 2, hal. 604, no.
2725]
عَنْ عَائِشَةَ
رض قَالَتْ: عَقَّ رَسُوْلُ اللهِ ص عَنِ اْلحَسَنِ وَ اْلحُسَيْنِ يَوْمَ
السَّابِعِ وَ سَمَّاهُمَا وَ اَمَرَ اَنْ يُمَاطَ عَنْ رُؤُوْسِهِمَا
اْلاَذَى. الحاكم فى المستدرك 4: 264، رقم: 7588
Dari 'Aisyah RA, ia
berkata, "Rasulullah SAW pernah ber’aqiqah untuk Hasan dan Husain pada
hari ke-7 dari kelahirannya, beliau memberi nama dan memerintahkan
supaya dihilangkan kotoran dari kepalanya (dicukur)". [HR. Hakim, dalam
Al-Mustadrak juz 4, hal. 264, no. 7588]
Keterangan :
Hasan dan Husain adalah cucu Rasulullah SAW.
عَنْ سَمُرَةَ
بْنِ جُنْدَبٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ
بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَ يُحْلَقُ وَ يُسَمَّى.
ابو داود 3: 106، رقم: 2838
Dari Samurah bin
Jundab, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Tiaptiap anak tergadai
(tergantung) dengan ‘aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ke-7,
di hari itu ia dicukur rambutnya dan diberi nama". [HR. Abu Dawud juz 3,
hal. 106, no. 2838]
عَنْ سَمُرَةَ
عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ.
تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَ يُحْلَقُ رَأْسُهُ وَ يُسَمَّى. ابن
ماجه 2: 1056، رقم: 3165
Dari Samurah, dari
Nabi SAW, beliau bersabda, “Setiap anak tergadai dengan ‘aqiqahnya, yang
disembelih untuknya pada hari ke-7, dicukur rambutnya, dan diberi
nama”. [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1056, no. 3165]
B. Yang berhubungan dengan binatang sembelihan
1. Dalam masalah ‘aqiqah, binatang
yang boleh dipergunakan sebagai sembelihan hanyalah kambing, tanpa
memandang apakah jantan atau betina, sebagaimana riwayat di bawah ini :
عَنْ اُمّ
كُرْزٍ اَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنِ اْلعَقِيْقَةِ فَقَالَ:
نَعَمْ. عَنِ اْلغُلاَمِ شَاتَانِ وَ عَنِ اْلجَارِيَةِ وَاحِدَةٌ، لاَ
يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ اَمْ اِنَاثًا. الترمذى وصححه، 3: 35، رقم:
1550
Dari Ummu Kurz
(Al-Ka'biyah), bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW
tentang ‘aqiqah. Maka jawab beliau SAW, "Ya, untuk anak laki-laki dua
ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing. Tidak
menyusahkanmu baik kambing itu jantan maupun betina". [HR. Tirmidzi, dan
ia menshahihkannya, juz 3, hal. 35, no. 1550]
Keterangan :
Dan kami belum mendapatkan dalil yang lain yang menunjukkan adanya binatang selain kambing yang dipergunakan sebagai ‘aqiqah.
2. Waktu yang dituntunkan oleh Nabi
SAW berdasarkan dalil yang shahih ialah pada hari ke-7 semenjak
kelahiran anak tersebut. [Lihat dalil riwayat 'Aisyah dan Samurah di
atas]
Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Aqiqah :
Dalam masalah ‘aqiqah ini banyak
orang yang melakukannya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan apa
yang dituntunkan oleh Nabi SAW. Tetapi bila mereka ditanya dalilnya atau
tuntunannya, mereka sendiri tidak dapat mengemukakannya dengan jelas.
Maka kami suguhkan kepada saudara-saudara kaum Muslimin, dalil-dalil
yang biasa dipergunakan sebagai dasar amalan-amalan yang berhubungan
dengan masalah ‘aqiqah, sedang dalil tersebut adalah lemah dan tidak
dapat dipergunakan sebagai hujjah/alasan dalam masalah hukum.
Diantaranya :
1. Adzan dan Iqamah pada telinga bayi yang baru lahir.
عَنْ اَبِى
رَافِعٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص اَذَّنَ فِى اُذُنَيِ اْلحَسَنِ
حِيْنَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَةِ. احمد 9: 230، رقم 23930
Dari Abu Rafi' ia
berkata, "Saya pernah melihat Rasulullah SAW membaca adzan (sebagaimana
adzan) shalat, pada kedua telinga Hasan ketika dilahirkan oleh
Fathimah". [HR. Ahmad juz 9, hal. 230, no. 23930, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Ashim bin ‘Ubaidillah]
Keterangan :
Hadits tersebut diriwayatkan juga
oleh Hakim dan Baihaqi dan juga diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan
Tirmidzi dengan lafadh yang agak berbeda. Dan hadits tersebut
diriwayatkan pula oleh Imam Ath-Thabrani sebagai berikut :
عَنْ اَبِى
رَافِعٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص اَذَّنَ فِى اُذُنِ اْلحَسَنِ وَ اْلحُسَيْنِ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا حِيْنَ وُلِدَا وَ اَمَرَ بِهِ. الطبرانى فى المعجم
الكبير 1: 313، رقم: 926
Dari
Abu Rafi’ bahwasanya Nabi SAW membaca adzan pada telinga Hasan dan
Husain RA ketika keduanya dilahirkan. Dan beliau menyuruh yang demikian
itu. [HR. Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabiir juz 1, hal. 313 no. 926]
Hadits-hadits tersebut kesemuanya diriwayatkan melalui jalan 'Ashim bin 'Ubaidillah.
Tentang ‘Aashim bin ‘Ubaidillah ini,
Bukhari berkata : Ia mungkarul hadits. Abu Zur’ah berkata : Ia
mungkarul hadits. Abu Hatim berkata : Ia mungkarul hadits. Daruquthni
berkata : ia matruukul hadits. Nasa’iy berkata : Ia dla’if. (Lihat Mizaanul I’tidal juz 2 hal. 353 no. 4056; Tahdziibut Tahdziib juz 5, hal. 42, no. 79).
Ada lagi hadits yang diriwayatkan Ibnus Sunni demikian :
عَنْ حُسَيْنِ
بْنِ عَلِيّ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ وُلِدَ لَهُ
مَوْلُوْدٌ فَاَذَّنَ فِى اُذُنِهِ اْليُمْنَى وَ اَقَامَ فِى اُذُنِهِ
اْليُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ اُمُّ الصّبْيَانِ. ابن السنى: 220، رقم: 623
Dari Husain bin Ali
RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa mempunyai anak
yang baru dilahirkan, kemudian ia mensuarakan adzan di telinga yang
kanan, dan iqamah pada telinga yang kiri, maka anak itu tidak diganggu
oleh Ummush Shibyan (sejenis syaithan)". [HR. Ibnus Sunni hal. 220, no.
623, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Jabbaarah bin Al-Mughlis, Yahya bin ‘Alaa’ dan Marwan bin Salim]
Keterangan :
Hadits ini juga lemah, karena dalam
sanadnya ada perawi bernama Jabbaarah bin Al-Mughlis, Yahya bin ‘Alaa’
dan Marwan bin Saalim, ketiganya dla’if.
- Tentang Jabbaarah bin
Al-Mughlis, Al-Bazzaar berkata : ia banyak keliru. Daruquthni berkata :
ia matruuk. Bukhari berkata : haditsnya mudltharib. (Lihat Tahdziibut
Tahdziib juz 2, hal. 50, no. 87).
- Tentang Yahya bin Al-’Alaa’,
Imam Ahmad bin Hanbal berkata : ia pendusta. ‘Amr bin ‘Ali, Nasaiy dan
Daruquthni berkata : ia matruukul hadits. Abu Zur’ah berkata : haditsnya
dla’if. As-Sajiy berkata : ia mungkarul hadits. Ad-Daulabiy berkata :
ia matruukul hadits. (Lihat Tahdziibut Tahdziib juz 11, hal. 229, no.
427).
- Tentang Marwan bin Salim,
Bukhari dan Muslim berkata : ia munkarul hadits. Daruquthni berkata : ia
matruukul hadits. Abu Hatim berkata : ia munkarul hadits jiddan.
Al-Baghawiy berkata : ia munkarul hadits, riwayatnya tidak boleh
dijadikan hujjah. (Lihat Tahdziibut Tahdziib juz 10, hal. 84, no. 172).
2. Tentang aqiqah yang dikerjakan
pada selain hari ke-7 yaitu pada hari yang ke-14, ke-21, setelah tua dan
sebagainya, sebagai berikut :
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ اَبِيْهِ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: اَلْعَقِيْقَةُ
تُذْبَحُ لِسَبْعٍ وَ ِلاَرْبَعَ عَشْرَةَ وَ ِلاِحْدَى وَ عِشْرِيْنَ.
البيهقى 9: 303
Dari ‘Abdullah bin
Buraidah dari ayahnya, dari Nabi SAW beliau bersabda, " ‘Aqiqah itu
disembelih pada hari ke-7, atau ke-14, atau ke-21 nya". [HR. Baihaqi juz
9, hal. 303, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Isma’il
bin Muslim]
عَنْ عَبْدِ
اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ اَبِيْهِ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ:
اَلْعَقِيْقَةُ تُذْبَحُ لِسَبْعٍ اَوْ اَرْبَعَ عَشْرَةَ اَوْ اِحْدَى وَ
عِشْرِيْنَ. الطبرانى فى الاوسط 5: 457، رقم: 4879
Dari ‘Abdullah bin
Buraidah dari ayahnya, dari Nabi SAW beliau bersabda, " ‘Aqiqah itu
disembelih pada hari ke-7, atau ke-14, atau ke-21 nya". [HR. Thabrani
dalam Al-Ausath juz 5, hal. 457, no. 4879, dla’if karena dalam sanadnya
ada perawi bernama Isma’il bin Muslim]
Keterangan :
Hadits tentang kebolehan ber’aqiqah pada hari ke-14, dan ke-21 tersebut di atas adalah dla'if, karena
dalam sanadnya ada perawi bernama Ismail bin Muslim Al-Makkiy.Tentang
Isma’il bin Muslim Al-Makkiy, Al-Jauzajaaniy berkata : ia waahin jiddan.
Abu Zur’ah berkata : ia dla’iful hadits. Abu Hatim berkata : ia
dla’iful hadits, kacau pikirannya. Nasaiy berkata : ia matruukul hadits.
(Lihat Tahdziibut Tahdziib juz 1, hal. 289, no. 598).
Adapun riwayat Nabi SAW beraqiqah setelah beliau menjadi Nabi, haditsnya sebagai berikut :
عَنْ اَنَسٍ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ النُّبُوَّةِ. البيهقى 9: 300
Dari Anas RA bahwasanya Nabi SAW ber’aqiqah untuk dirinya sesudah beliau menjadi Nabi". [HR. Baihaqi juz 9, hal. 300, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Abdullah bin Muharrar]
Keterangan :
Hadits yang menjelaskan bahwa Nabi
SAW ber’aqiqah untuk dirinya setelah menjadi Nabi, ini juga tak dapat
dipakai sebagai hujjah/dasar, karena dalam sanadnya ada perawi bernama
Abdullah bin Muharrar. Tentang ‘Abdullah bin Muharrar, Ibnu Ma’in
berkata : ia dla’if.
‘Amr bin ‘Ali, Abu Hatim, ‘Ali bin Junaid dan Daruquthni berkata : ia
matruukul hadits. Abu Zur’ah berkata : ia dla’iful hadits. Bukhari
berkata : ia munkarul hadits. (Lihat Tahdziibut Tahdziib juz 5, hal.
340, no. 661).
3. Tentang shadaqah seberat rambut yang dicukur dari kepala si Anak
عَنْ عَلِيّ
بْنِ اَبِى طَالِبٍ قَالَ: عَقَّ رَسُوْلُ اللهِ ص عَنِ اْلحَسَنِ بِشَاةٍ
وَ قَالَ: يَا فَاطِمَةُ اِحْلِقِى رَأْسَهُ وَ تَصَدَّقِى بِزِنَةِ
شَعْرِهِ فِضَّةً فَوَزَنَتْهُ فَكَانَ وَزْنُهُ دِرْهَمًا اَوْ بَعْضَ
دِرْهَمٍ. الترمذى 3: 37، رقم: 1556
Dari Ali bin Abu
Thalib, ia berkata : Rasulullah SAW telah ber’aqiqah bagi Hasan seekor
kambing dan bersabda, "Ya Fathimah, cukurlah rambutnya dan bersedeqahlah
seberat rambut kepalanya dengan perak". Maka adalah beratnya satu
dirham atau setengah dirham". [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 37, no. 1556,
dan ia mengatakan : Ini hadits hasan gharib, sanadnya tidak sambung]
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena sanadnya
munqathi' (terputus), karena Abu Ja'far Muhammad bin ‘Ali bin Husain bin
‘Ali tidak sezaman dengan ‘Ali bin Abu Thalib.