Info Terkini

Hukum Aqiqah Diri Sendiri

Hukum Aqiqah Diri Sendiri
Jika sejak kecil belum diakikahi, apakah ketika dewasa anak tersebut boleh mengakikahi dirinya sendiri? Ada yang beralasan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakikahi dirinya sendiri ketika telah diangkat menjadi nabi.

Hadits yang Membicarakan Nabi Mengakikahi Diri Sendiri
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum mengakikahi untuk diri sendiri. Hal ini dikarenakan kevalidan hadits yang membicarakan masalah ini,
أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن نفسه بعدما بعث نبيا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakikahi dirinya sendiri setelah ia diutus sebagai Nabi” (HR. Al Baihaqi 9: 300).
Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (8: 250) berkata, “Hadits ini adalah hadits batil. Al Baihaqi mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits munkar. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari ‘Abdur Rozaq, ia berkata, “Mereka meninggalkan ‘Abdullah bin Muharror disebabkan hadits ini.” Disebutkan pula bahwa hadits ini diriwayatkan dari Qotadah dan dari jalur lain dari Anas, namun tidaklah shahih. Initnya, hadits ini adalah hadits bathil. ‘Abdullah bin Muharror adalah dho’if, disepakati akan kedho’ifannya. Al Hafizh mengatakan bahwa dia itu matruk (ditinggalkan). Wallahu Taala a’lam.”
Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad (2: 303) berkata, “Disebutkan Ibnu Ayman dari hadits Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakikahi dirinya sendiri setelah diangkat sebagai nabi. Abu Daud mengomentari hadits ini dalam masailnya bahwa ia pernah mendengar Imam Ahmad menyebutkan hadits Haytsam bin Jamil, dari ‘Abdullah bin Mutsanna, dari Tsumamah, dari Anas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakikahi dirinya sendiri. Imam Ahmad berkata, dari ‘Abdullah bin Muharror, dari Qotadah, dari Anas, ia mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengakikahi dirinya sendiri. Imam Ahmad mengatakan hadits ini munkar. Imam Ahmad mendho’ifkan ‘Abdullah bin Muharror.”
Pendapat Ulama Mengenai Mengakikahi Diri Sendiri
Dalam madzhab Syafi’i, penulis kitab Fathul Qorib, Muhammad bin Qosim Al Ghozzi berkata, “Akikah tidaklah luput jika diakhirkan setelah itu. Jika akikah diakhirkan hingga baligh, maka gugurlah tanggung jawab akikah dari orang tua terhadap anak. Adapun setelah baligh, anak punya pilihan bisa untuk mengakikahi dirinya sendiri.”
Beberapa ulama menganjurkan mengakikahi diri sendiri seperti Ibnu Sirin dan Al Hasan Al Bashri. Ibnu Sirin berkata,
لو أعلم أنه لم يعق عني لعققت عن نفسي
“Seandainya aku tahu bahwa aku belum diakikahi, maka aku akan mengakikahi diriku sendiri.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf, 8: 235-236. Sanadnya shahih kata Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 2726).
Al Hasan Al Bashri berkata,
إذا لم يعق عنك ، فعق عن نفسك و إن كنت رجلا
“Jika engkau belum diakikahi, maka akikahilah dirimu sendiri jika engkau seorang laki-laki.” (Disebutkan oleh Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 8: 322. Sanadnya hasan kata Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 2726)
Imam Malik rahimahullah berpendapat tidak perlunya mengakikahi diri sendiri. Imam Malik berkata, “Tidak perlu mengakikahi diri sendiri karena hadits yang membicarakan hal tersebut dho’if. Lihatlah saja para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang belum diakikahi di masa jahiliyah, apakah mereka mengakikahi diri mereka sendiri ketika telah masuk Islam? Jelaslah itu suatu kebatilan.” (Al Mudawanah Al Kubro karya Imam Malik dengan riwayat riwayat Sahnun dari Ibnu Qosim, 5: 243. Dinukil dari Fathul Qorib, 2: 252).
Penulis lebih cenderung dengan alasan yang dikemukakan oleh Imam Nawawi bahwa tidak perlu mengakikahi diri sendiri. Alasan penulis menguatkan pendapat ini:
1- Hadits yang membicarakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakikahi diri sendiri adalah hadits dho’if (lemah).
2- Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang belum diakikahi di masa jahiliyah, tidak mengakikahi diri mereka sendiri ketika telah masuk Islam.
3- Akikah menjadi tanggung jawab orang tua dan bukanlah anak.
4- Hukum akikah menurut jumhur (mayoritas) ulama adalah sunnah dan bukanlah wajib.
Wallahu a’lam, hanya Allah yang memberi taufik.
Baca pula artikel Rumaysho.Com: (1) Sunnah Akikah bagi Buah Hati, (2) Waktu Pelaksanaan Aqiqah, (3) Bagaimana Jika Belum Diaqiqahi Ketika Kecil?

Referensi:
Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab lisy Syairozi, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar ‘Alamil Kutub, cetakan kedua, tahun 1427 H.
Hasyihah ‘alal Qoulil Mukhtar fii Syarh Ghoyatil Ikhtishor (catatan kaki untuk Fathul Qorib), Muhammad bin Qosim Al Ghozzi, pentahqiq: Dr. Sa’aduddin bin Muhammad Al Kubi, terbitan Maktabah Al Ma’arif, cetakan pertama, tahun 1432 H.
Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, terbitan Maktabah Al Ma’arif, cetakan pertama, tahun 1416 H.
Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan keempat, tahun 1425 H.

Aqiqah Pontianak Salurkan Aqiqah Untuk Dhuafa

Aqiqah Pontianak Salurkan Aqiqah Untuk Dhuafa
Pada dasarnya memang lazim jika penyedia jasa aqiqah akan menyalurkan aqiqah anda ke Panti Asuhan. Namun mengingat hal ini termasuk sering dilakukan, maka Aqiqah Pontianak mulai menyasar aqiqah untuk keluarga dhuafa. Untuk diketahui rata - rata konsumen aqiqah di Aqiqah Pontianak adalah 80 ekor per bulan, dan banyak yang meminta untuk disalurkan ke Panti Asuhan.
Maka pada kesempatan ini, kami akan menyalurkan aqiqah ke komunitas dhuafa yang ada di Pontianak. Bagaimana cara anda berpartisipasi :
  1. Anda memesan aqiqah di Aqidah Pontianak sesuai dengan kualifikasi yang anda inginkan
  2. Anda membayar tambahan 3000 rupiah per bungkus nasi sesuai dengan jumlah bungkus yang akan disalurkan.
  3. Kami salurkan aqiqah anda ke komunitas dhuafa, anak jalanan, dan kelompok marjinal lainnya di Pontianak dan sekitarnya
  4. Semoga dengan ini, kesempatan mengkonsumsi daging dan menjadi sehat dapat dirasakan oleh masyarakat dhuafa lainnya.

Aqiqah Pontianak Salurkan Aqiqah

Aqiqah Pontianak Salurkan Aqiqah
Alhamdulillah, Aqiqah Pontianak salurkan aqiqah ke Panti Asuhan Tunas Melati Muhammadiyah di Kota Baru Pontianak, Kalimantan Barat.

Aqiqah Pontianak Salurkan Aqiqah Ananda Muthiara

Aqiqah Pontianak Salurkan Aqiqah Ananda Muthiara
Alhamdulillah, bertepatan dengan 7 Desember 2013. Aqiqah Pontianak salurkan Aqiqah ananda Muthiara Andin. Semoga dengan aqiqah ini, Ananda Muthiara mendapatkan keberkahan dari Allah dan menjadi anak yang shalihat. Aqiqah Pontianak menyalurkan aqiqah ke Panti Asuhan Nurul Hamid di Parit Mayor, Kubu Raya, Kalimantan Barat.
 


Bagi anda yang hendak menyalurkan aqiqah secara langsung, Aqiqah Pontianak akan memfasilitasi penyaluran ke beberapa panti asuhan di Pontianak dan sekitarnya. Informasi harga dan layanan dapat via sms ke 085252625026

Pengertian Aqiqah

Pengertian Aqiqah
Aqiqah menurut bahasa artinya “rambut yang tumbuh di atas kepala bayi yang dibawanya waktu lahir.” Demikian pendapat ‘Ubaid, Ashmu’i dan Zamakhsyari.
Antara Lain pengertiannya secara bahasa dan Istilah adalah Sebagai Berikut :
Aqiqah menurut bahasa artinya `memotong’ . Pada asalnya ialah rambut yang terdapat pada kepala bayi ketika bayi tersebut keluar dari rahim ibunya, rambut itu dinamakan dengan aqiqah karena itu harus dipotong ( dicukur ).
Menurut Istilah aqiqah ialah Hewan yang disembelih karena bayi atau untuk bayi yang dilahirkan. Dinamakan sembelihan karena hewan aqiqah tersebut disembelih pada hari mencukur rambut kepala bayi itu.

Pengertian Aqiqah Menurut Syara`:

Menurut istilah hukum syara’ atau menurut Agama, aqiqah ialah “penyembelihan hewan tertentu untuk kepentingan anak, pada saat mencukur atau memotong rambutnya dan pemberian nama untuk anak itu.”
Aqiqah dalam pengertian syara` ialah binatang ternakan yang berkaki empat (bahimatul an`am) yang disembelih ketika hendak mencukur rambut kepala anak yang baru dilahirkan, disembelih pada hari ketujuh atau selepasnya.
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam (binatang ternakan) adalah termasuk unta, lembu, kerbau,biri-biri,kibas dan kambing, bukan yang lain. [Al Jabari, 1994]

Sejarah dan Asal Usul Ibadah Aqiqah

Diriwayatkan oleh Buraidah bahawa ” Pada zaman Jahiliyyah, apabila kami mendapat seorang anak lelaki, maka kami menyembelih seekor kambing, maka kami mencukur kepala bayi tersebut, lalu kepalanya kami sapu dengan darah kambing yang disembelih itu”. Menurut riwayat Ibnu Sakan pula ” Orang-orang Jahiliyyah meletakkan kapas yang telah dicelup dengan darah aqiqah lalu kapas yang penuh dengan darah tersebut disapu ke ubun-ubun bayi yang baru saja dilahirkan itu.
Setelah datangnya Islam, perkara itu tidak dibenarkan oleh Rasullullah s.a.w. Baginda saw menyuruh menggantikannya dengan meletakkan haruman kasturi pada kepala bayi yang baru dilahirkan itu.

Hukum Aqiqah

Hukum Aqiqah
Hukum Aqiqah adalah SUNAT MUAKKAD yag artinya sunat yang sangat dituntut. Sunnah yang dilakukan oleh Nabi SAW. Jika kita melihat dari Dari segi syarak Menyembelih kambing atau biri-biri untuk bayi yang baru dilahirkan karena Kadang-kadang, kambing yang disembelih itu juga disebut sebagai Aqiqah. Namun dari segi bahasa yaitu Rambut yang berada di kepala bayi yang baru dilahirkan Bererti pertolongan

Dalil dari hukum Aqiqah sendiri tertuang sebagai berikut :

“Seorang anak terikat dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ke tujuh, dan dicukur serta diberi nama”.
(Hadith riwayat : Ahmad dan Tarmizi)
Sedangkan hukum atau tata cara dalam melakukan Aqiqah seperti yang tercantum dibawah ini :
Kita melihat dulu jenis kelamin :
  • Bagi bayi perempuan : Menyembelih seekor kambing (jantan atau betina)
  • Bagi bayi lelaki : Menyembelih dua ekor kambing (jantan atau betina)
Menurut para ulama selain kambing bisa juga diganti dengan hewan berikut ini :
  • Kambing atau biri-biri (telah berumur 2 tahun atau dah bertukar gigi)
  • Kibas (dah berumur 1 tahun atau dah bertukar gigi)
  • Unta (berumur antara 5 ke 6 tahun)
  • Lembu atau kerbau (berumur 2 ke 3 tahun)
Dan perlu diingat hewan yang diaqiqahkan tidak boleh mengandung cacat
Sedangkan hukum penyembelihan aqiqah adalah dilakukan SEBAIK-BAIKNYA ketika anak berumur 7 hari. Kalau tak dapat dilakukan di hari ke-7, maka boleh dilakukan pada hari yang ke-14Kalau tak dapat buat pada hari ke-14, maka buatlah pada hari yang ke-21. Tapi jika tidak mampu bisa dilakukan pada hari selanjutnya.
Melakukan penyembelihan terlebih dahulu dengan mencukur dulu rambut bayi dan kemudian timbang rambut tersebut dengan perak. Lalu , nilai rambut tersebut hendaklah disedekahkan kepada orang yang tidak mampu atau fakir miskin. Semasa proses sembelihan Aqiqah dilakukan, sebutlah nama anak yang akan di Aqiqahkan itu. Lakukanlah sesudah matahari terbit.
Sedangkan daging hasil penyembelihan itu, hukum sunnah ini yang harus dilakukan adalahn untuk dimasak dan dijamukan ke orang atau disedekahkan masakan itu kepada orang lain. Tidak dibenarkan untuk memecahkan tulang binatang yang disembelih. Contohnya nak buat sup tulang ker, adalah dilarang. Masakan yang dibuat jangan terlalu pedas, sebaliknya buatkan ia sedikit manis.
Tujuan yang ingin dicapai dalam Aqiqah adalah :
  • Sebagai salah satu tanda syukur kepada Allah SWT.
  • Bertujuan untuk menjauhkan anak daripada gangguan syaitan.
  • Untuk mensyukuri kelahiran seorang anak sebagai anugerah kurniaan daripada Allah SWT kepada kita.
  • Untuk mendapatkan keredhaan daripada Allah SWT.
Ya itulah hukum aqiqah, jika ada yang salah mohon untuk dikoreksi!!

Contact Aqiqah Pontianak

Contact Aqiqah Pontianak
Aqiqah Pontianak

Jln. Tanjung Raya II Komp. Star Borneo Residence 6 Blok O2No 12A 
SMS :  085252615026
WA 085212658353

Risalah Aqiqah

Risalah Aqiqah

Hukum Melaksanakan Aqiqah

Aqiqah/Akikah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat dan syarat-syarat tertentu. Oleh sebagian ulama ia disebut dengan nasikah atau dzabihah (sembelihan).

Hukum aqiqah itu sendiri menurut kalangan Syafii dan Hambali adalah sunnah muakkadah. Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. Yang berbunyi, “Anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)”. (HR al-Tirmidzi, Hasan Shahih)

Makna Aqiqah

Kata Aqiqah berasal dari kata Al-Aqqu yang berarti memotong (Al-Qoth’u). Al-Ashmu’i berpendapat: Aqiqah asalnya adalah rambut di kepala anak yang baru lahir. Kambing yang dipotong disebut aqiqah karena rambut anak tersebut dipotong ketika kambing itu disembelih.
Dalam pelaksanaan aqiqah disunahkan untuk memotong dua ekor kambing yang seimbang untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.
Dari Ummi Kurz Al-Kabiyyah Ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Bagi anak laki-laki dua ekor kambing yang sama, sedangkan bagi anak perempuan satu ekor kambing”. (HR. Tirmidzy dan Ahmad)

Aqiqah Yang Sesuai Dengan Sunnah

Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama adalah hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini berdasarkan hadits Samirah di mana Nabi SAW bersabda, “Seorang anak terikat dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama”. (HR. al-Tirmidzi).
Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan pada hari ke-14. Dan jika tidak juga, maka pada hari ke-21 atau kapan saja ia mampu. Imam Malik berkata : Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke 10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT : “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS.Al Baqarah:185)

Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau Dimasak

Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa diberikan kepada orang non-muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah. Dalilnya adalah firman Allah, “Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang”. (QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn Qudâmah, tawanan pada saat itu adalah orang-orang kafir. Namun demikian, keluarga juga boleh memakan.

Siapakah yang layak menerima daging sembelihan aqiqah ?

Mereka yang paling layak menerima sedekah adalah orang fakir dan miskin dari kalangan umat Islam, begitu juga dengan aqiqah, mereka yang paling layak menerima adalah orang miskin dikalangan umat Islam. Walaubagaimanapun berdasarkan beberapa buah hadis dan amalan Rasulullah dan sahabat kita disunatkan juga memakan sebahagian daripada daging tersebut, bersedekah sebahagian dan menghadiahkan sebahagian lagi. Apa yang membezakan aqiqah dan korban ialah kita disunatkan memberikan sebahagian kaki kambing aqiqah tersebut kepada bidan yang menyambut kelahiran tersebut. Wallahu’alam

Jumlah Hewan Aqiqah

Bayi laki-laki disunnahkan untuk disembelihkan dua ekor kambing dan bayi wanita cukup satu ekor kambing saja. Dari Ammi Karz Al-Ka’biyah berkata bahwa saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Untuk bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing yang setara dan buat bayi wanita satu ekor kambing”.
Namun bila tidak memungkinkan, maka boleh saja satu ekor untuk bayi laki-laki, karena Rasulullah SAW pun hanya menyembelih satu ekor untuk cucunya Hasan dan Husein.
“Adalah Rasulullah SAW menyembelih hewan aqiqah untuk Hasan dan Husein masing-masing satu ekor kambing ?”. (HR Ashabus Sunan)

Aqiqah haruskah hewan jantan?

Baik dalam aqiqah maupun udhiyah (kurban) tidak ada persyaratan bahwa hewannya harus jantan atau betina. Keduanya bisa dijadikan sebagai hewan aqiqah atau kurban. Akan tetapi yang lebih diutamakan adalah hewan jantan agar kelangsungan reproduksi hewan tersebut tetap terjaga.

Hukum Aqiqah Dilaksanakan Dilain Negara/Kota

Tidak ada batasan yang mengharuskan agar pelaksanaan aqiqah dilakukan di negeri/kota/kampung tempat kelahiran anak. Karena itu, Anda bisa melakukan di mana saja sesuai dengan kemaslahatan yang ada.

Hukum memakan daging aqiqah

Daging selain disedekahkan juga bisa dimakan oleh keluarga yang melakukan aqiqah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi). Wallahu a’lam bish-shawab.

Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga

Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa, maka pada hari keempat belas. Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari kedua puluh satu. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.
Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh”.
Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.

Hewan Untuk Aqiqah

Masalah kambing yang layak untuk dijadian sembelihan aqiqah adalah kambing yang sehat, baik, tidak ada cacatnya. Semakin besar dan gemuk tentu semakin baik. Sedangkan masalah harus menyentuhkan anak kepada kambing yang akan disembelih untuk aqiqahnya, jelas tidak ada dasarnya. Barangkali hanya sebuah kebiasaan saja.

Pemberian Nama Anak

Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan yang diberi nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash syari yang menyatakan hal tersebut.
Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: “Kemudian Aslam semoga Allah menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya”. (HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari makna-maknanya”. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap yang diberi nama (Al-musamma) maka perhatikanlah hadits di bawah ini:
Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya: “Siapa namamu?” Aku jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu Sahl” Hazn berkata: “Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu Al-Musayyib berkata: “Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya”. (HR. Bukhori) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy hal 65)
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang tua. Di antara nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)

Mencukur Rambut

Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk dilaksanakan ketika anak yang baru lahir pada hari ketujuh.
Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Setiap anak terikat dengan aqiqahnya. Pada hari ketujuh disembelihkan hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur”. (HR. at-Tirmidzi).
Dalam kitab al-Muwaththâ` Imam Malik meriwayatkan bahwa Fatimah menimbang berat rambut Hasan dan Husein lalu beliau menyedekahkan perak seberat rambut tersebut.
Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang jelas pencukuran tersebut harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya mencukur sebagian kepala dan sebagian yang lain dibiarkan. Tentu saja semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin -insya Allah- semakin besar pula sedekahnya.

Doa Menyembelih Hewan Aqiqah

Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.
Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud)

Doa bayi baru dilahirkan


Innii u’iidzuka bikalimaatillaahit taammati min kulli syaythaanin wa haammatin wamin kulli ‘aynin laammatin

Artinya : Aku berlindung untuk anak ini dengan kalimat Allah Yang Sempurna dari segala gangguan syaitan dan gangguan binatang serta gangguan sorotan mata yang dapat membawa akibat buruk bagi apa yang dilihatnya. (HR. Bukhari)